Selasa, 06 April 2010

Flora dan Fauna

kijang1 Ini Kijang Kalimantan yang masih sering ditemukan di hutan

POPULASI TIMPAKUL KIAN MENURUN DI SUNGAI BANJARMASIN

Satwa sejenis ikan namun lebih banyak hidup di daratan ini disebut timpakul, atau bahasa lain disebut belodok atau gelodok senang melompat-lompat ke daratan, terutama di daerah berlumpur atau berair dangkal di sekitar hutan bakau ketika air surut.
Hanya saja binatang dengan nama lain belacak atau dalam bahasa Inggris disebut mudskipper, sudah mulai menghilang di Kota Banjarmasin, akibat rusaknya kondisi sungai di wilayah yang berjuluk Kota seribu Sungai ini.
“Dulu era tahun 60-an mudah sekali menangkap timpakul di sungai Banjarmasin tetapi sekarang jangankan menangkap untuk melihat saja sudah sulit, setelah banyaknya pencemaran limbah rumah tangga dan industri mengotori sungai mengganggu habitat ikan darat ini,”kata penduduk Sungai Lulut Banjarmasin.
Dulu bukan hanya disungai tetapi dipersawahanpun mudah disaksikan kehidupannya, kata warga Banjarmasin.
Ikan ini sangatlah khas. Kedua matanya menonjol di atas kepala seperti mata kodok, wajah yang dempak, dan sirip-sirip punggung yang terkembang menawan. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara sirip ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter hingga mendekati 30 cm.

timpakul
Berdasarkan catatan wikipedia keahlian yang dimiliki ikan yang satu ini, selain dapat bertahan hidup lama di daratan (90% waktunya dihabiskan di darat), ikan gelodok dapat memanjat akar-akar pohon bakau, melompat jauh, dan ‘berjalan’ di atas lumpur. Pangkal sirip dadanya berotot kuat, sehingga sirip ini dapat ditekuk dan berfungsi seperti lengan untuk merayap, merangkak dan melompat.
Daya bertahan di daratan ini didukung pula oleh kemampuannya bernafas melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut dan kerongkongannya, yang hanya bisa terlaksana dalam keadaan lembab. Oleh sebab itu gelodok setiap beberapa saat perlu mencelupkan diri ke air untuk membasahi tubuhnya. Ikan gelodok Periophthalmus koelreuteri setiap kalinya bisa bertahan sampai 7-8 menit di darat, sebelum masuk lagi ke air. Di samping itu, gelodok juga menyimpan sejumlah air di rongga insangnya yang membesar, yang memungkinkan insang untuk selalu terendam dan berfungsi selagi ikan itu berjalan-jalan di daratan.
Hidup di wilayah pasang surut, gelodok biasa menggali lubang di lumpur yang lunak untuk sarangnya. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air dan sedikit udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, gelodok umumnya bersembunyi di lubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang berdatangan.
Ikan jantan memiliki semacam alat kopulasi pada kelaminnya. Setelah perkawinan, telur-telur ikan gelodok disimpan dalam lubangnya itu dan dijaga oleh induk betinanya. Telur-telur itu lengket dan melekat pada dinding lumpur. Gelodok Periophthalmodon schlosseri dapat bertelur hingga 70.000 butir.
Gelodok memangsa aneka hewan, mulai dari ketam binatu (Uca spp.), udang, ikan, kerang, cumi-cumi, sampai ke semut ngangrang dan lalat. Ikan ini juga diduga memakan sedikit tumbuhan.
Ketika menjelajah daratan, gelodok juga sering menyerang dan mengusir gelodok yang lainnya, untuk mempertahankan teritorinya.
Gelodok Periophthalmus gracilis (dari Malaysia hingga Australia utara)
Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika.
Saat ini telah teridentifikasi sebanyak 35 spesies ikan gelodok. Terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu Boleophthalmus, Periophthalmus dan Periophthalmodon. Beberapa spesies contohnya adalah Pseudapocryptes elongatus, Periophthalmus gracilis, Periophthalmus novemradiatus, Periophthalmus barbarus, Periophthalmus argentilineatus dan Periophthalmodon schlosseri.
Belum banyak terkuak nilai dari ikan ini. Namun di Tiongkok dan Jepang, ikan gelodok menjadi santapan, selain juga digunakan sebagai obat tradisional, terutama sebagai peningkat tenaga lelaki.

beruang-kalsel Inilah beruang madu yang banyak hidup berkeliaran di Kalsel

Biawak masih banyak berkeliaran di belakang rumah penduduk di Desa Inan, Kabupaten Balangan

belibis

DUNIA FLORA - FLORA INDONESIA UNTUK DUNIA

aglaonema
Duniaflora.com dikembangkan untuk memfasilitasi beragamnya dunia tanaman hias - flora di Indonesia. Serta semakin meningkatnya aktivitas seputar pengembangan dunia flora di tanah air. Baik yang bersifat hobi tanaman hias, buah, obat dan beraneka ragam jenis lainnya, sampai pada berkembangnya bisnis tanaman hias sebagai industri di tanah air. Kesemuanya itu baik yang bertujuan untuk mensupply kebutuhan di dalam negeri, ataupun eksport ke manca negara.

Kita akui dari sisi industri tanaman hias, negara kita masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga, baik dari segi pengelolaan industri tanaman hiasnya, pengembangan produk, kiat-kiat pemasaran dan penciptaan pasar, sampai lemahnya dukungan pemerintah terhadap perkembangan dunia flora di Indonesia. Padahal dewasa ini Dunia Flora berkontribusi besar didalam menggerakkan sektor real dan penciptaan lapangan pekerjaan yang padat karya. Disamping letak Indonesia di khatulistiwa, yang sangat memungkinkan untuk menjadi satu-satunya pemasok Industri Flora Dunia setiap waktu, tanpa mengenal keterbatasan musim.

Diharapkan dengan semakin meningkatnya minat masyarakat kita terhadap tanaman hias, menggeliatnya bisnis industri tanaman hias dan pemanfaatan teknologi didalam pengembangan dunia flora kita, kedepan Indonesia dapat menjadi Negara Industri Flora Dunia, sesuai moto DUNIAFLORA.COM - "FLORA INDONESIA UNTUK DUNIA" dapat menjadi kenyataan.

Tikus Bunuh Ular

Memang selalu ada kejadian aneh setiap harinya. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di sebuah kandang ular, di Kota Nantao, Taiwan. Niat awalnya adalah memberikan makan ular dengan menu seekor tikus. Tapi apa yang terjadi, bukannya tikus yang dimakan malahan sang ular yang mati karena gigitan tikus.

Ular yang memiliki panjang 35 centimeter ini adalah hasil tangkapan dari seorang petugas pemadam kebakaran. Karena sudah terlihat lapar, maka sang petugas mencari makanan untuk ular tersebut. Lalu ditangkaplah seekor tikus kecil untuk makan siang ular tersebut.

Tapi apa yang terjadi, suatau kejadian yang aneh tampak jelas di depan mata. Tikus yang seharusnya menjadi makanan sang ular malah bertingkah lincah dan sangat berani. Si tikus semakin bertingkah saat melihat sang ular yang siap melahapnya. Si tikus menyerang ular itu habis-habisan.

“Tikus berani itu terus melakukan penyerangan dengan menggigit dan mencakar” kata petugas pemadam kebakaran tersebut.

Sekitar setengah jam, aksi bak smakdown antara ular dan tikus itupun berakhir. Ular yang seharusnya menyantap menu makanannya, malah mati tak berdaya. Di sekujur tubuhnya penuh luka cakaran dan gigitan si tikus.(bam/adm)

Durian Lai (Merah)

Wow luar biasa unik dan aneh. Salah satu lagi bukti kayanya negeri Indonesia dengan beragam flora dan fauna serta budayanya.

Ada yang udah pernah lihat atau bahkan mencicipi durian merah?

Durian berdaging merah ini merupakan durian liar yang ditemukan di hutan kalimantan. Sama halnya dengan durian lainnya, durian ini mempunyai kulit berduri dan aroma durian yang sangat khas dan menyengat.

Yang membuatnya berbeda adalah warna dari daging buahnya yang berwarna merah dan kebanyakan durian ini dikonsumsi oleh burung. Denger2 katanya lebih enak dari Durian biasa lho..

Muck Paradise



Lembeh strait is often called the muck diving capital of the world.

For the uninitatied, muck diving is a term for diving not in colourful coral reef areas, but in barren bottoms, which is often sand, or coral rubbles, or even silty and muddy sand. Hence the term muck. It doesn’t sound very interesting, but here is a place where people look for all sorts of exotic creatures, the weird, the rare, the special and unusual, the ones that are not normally found in the usual coral reef environment. People flock to muck diving areas such as Lembeh armed with cameras to take photos of these wonderful monsters.

Lembeh is located in North Sulawesi, Indonesia (note: Sulawesi is often called Celebes in maps), a 12 km long strait separating the mainland Sulawesi and the Lembeh island. At the southern part of the strait is a town called Bitung, which is a quite busy port town. As a consequence the strait is quite a busy sea way with often a big barge carrying logs cruising slowly by. The channel is narrow and shallow and the more than 30 dive sites are located in both sides. The mainland side has mostly black volcanic sand bottom while the Lembeh island side often has creamy coloured carbonate sand, which is derived from the older rock that formed the land. This older rock is covered in the mainland by lava and lahar poured forth by the volcanoes dotting the landscape.

In most sites the bottom would be gently sloping or gently undulating, and rather featureless. Sometimes it felt like underwater desert and we would doubt that we’d see anything. But then the guides would start showing us here and there the strange critters. Sometimes the first few minutes were uneventful, but we normally search around eagerly, then critters after critters suddenly appear as our eyes get used to spotting the unusual. In most dives we spot maybe about half a dozen creatures from our celebrity critter list, along with tens of the background singers. We never did come back without anything to tick off the list.

In every site, the bottom would be characteristically strewn with rubbish. Bottles, cans, shoes, bags, plastics, you name it, all sorts of humanity’s refuse can be found here. It sound so untempting but the critters in Lembeh have somehow adjusted themselves to human carelessness. In this dive we saw an octopus making a tea cup its home. In one of the books on Lombok there’s a photo of a hermit crab using a bottle instead of a shell as its mobile home. Various juvenile forms of fish could be found hiding in cans, bottles and rags.

This was our second visit to the area. We were here only for one day in 2005, on a side trip from diving in Bunaken. We were hooked. This time we allowed 3 dive days to explore Lembeh, but even this is not enough. To cover the diversity of the area we need probably a full week of diving. For even though people come here for muck diving, Lembeh also has some coral reefs and wrecks which sound so interesting. But that will have to be done in our next trip. This time we focus solely on muck diving and macro photography.

The celebrity list is long in Lembeh. The highlights include the following:
1. The frogfishes: hairy frogfish (Antennarius hispidus), striped frogfish (Antennarius striatus), giant frogfish (Antennarius comersonii), painted frogfish (Antennarius pictus), warty (or clown) frogfish (Antennarius maculatus). We met the giant, the painted and the warty types only this time. But we did see the striped and the hairy ones in our previous trip.

2. The scorpionfishes, lionfishes and leaf fishes: weedy scorpionfish (Rhinopias frondosa) and its smooth cousin (Rhinopias eschmeyeri), ambon scorpionfish (Pteroidichthys amboinensis), Spiny devilfish (Inimicus didactylus), leaf scorpionfish (Taenianotus triachantus), Cockatoo waspfish (Ablabys taenianotus), stonefish (Synanceia verrucosa). We met the smooth Rhinopias, the devilfish, leaf fish and waspfish, along with the usual scorpionfishes - tasseled scorpionfish (Scorpaenopsis oxycephala) and a scorpionfish that’s maybe a shortfin scorpionfish (Scorpaenodes brachyptera) and the hordes of lionfishes - common lionfish (Pterois volitans), spotfin lionfish (Pterois antennata), zebra lionfish (Dendrochirus zebra) and shortfin lionfish (Dendrochirus brachypterus).

3. Other strange looking fishes, some ugly, some beautiful: the flying gunnard (Dactyloptena orientalis), pegasus seamoth (Eurypegasus draconis), Fingered Dragonet (Dactylopus dactylopus), Mandarinfish (Synchiropus splendidus ), Jawfish (Opistognathus randalli), banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) and stargazers (Uranoscopus sp). The family of boxfishes and pufferfishes are also resident here, including the yellow boxfish (Ostracion cubicus), Longhorn cowfish (Lactoria cornuta), fine spotted porcupinefish (Diodon holocanthus), blotched porcupinefish (Diodon liturosus), rounded porcupinefish (Cychlichthys orbicularis), black spotted porcupinefish (Diodon hystrix) and various file fish. A celebrity list of Lembeh would also include the barramundi cod (Cromileptes altivelis) of course. Flounders and stingrays are also easy to find here.

4. Pipefishes and sea horses: ghost pipefishes (which we unfortunately did not meet this time), different types of pipefishes and sea horses, both the normal size and the pygmy ones. This time we only met the normal sized thorny seahorse (Hippocampus histrix), but in the previous visit we saw the cute and super tiny Hippocampus bargibanti pygmy sea horse.

5. Various eels, of which the highlight would be ribbon eel (Rhinomuraena quaesita), in their yellow, blue and black variety of colour (colour difference depending of gender and age), banded snake eel (Myrichthys colubrinus), napoleon eel (Ophichthus bonaparti) and block-finned snake eel (Ophicthus melanochir). This time we saw all of the above, along with myriads of moray eels, except for the napoleon eel. One of the banded snake eels we saw, whose colouration mimics the highly poisonous sea snake, ran away from us and dived into the sand. It was amazing to watch how it plunged head first into a mound of soft silty sand and how its long body disappeared centimeter by centimeter in just seconds.

6. Octopuses, squids and cuttle fishes. We saw various squids and cuttlefishes here, but the stars would have to be the octopus who have made a tea cup its home and the Wunderpus (Wunderpus photogenicus). Various baby octopuses and baby squids are to be found usually during the night dive. Various shrimps, crabs and mantis shrimps are easily found. Various nudibranch, from the common Phyllidia types to the exotic hairy Flabellina rubrolineata, Pteraeolidia ianthina, Phyllodesmium longicirrum and the translucent Gymnodoris ceylonica and Halgerda batangas which we saw this time, and other interesting ones we saw the last time.

The highlight of the invertebrates though, apart from the octopuses, would have to be the Electric Clam or Flame Scallop (Lima scabra) which we found to be hiding in a crack in the rocky wall. It seemed to be busy zapping away with its blue lightning bolts of electricity at its prey, and I was wondering if the electric shock would be causing pain to human divers. But I have since found out from one of the sites in the internet that it wasn’t “electricity” at all. It was actually bioluminescent streaks, and the creature is actually a filter feeder. Huh deceiving creatures!

Definitely Lembeh is a paradise of some sort. Muck paradise is not a gorgeous name, but to muck divers it is a beautiful name. We enjoyed so much diving there and we also enjoyed our stay at Kungkungan Bay Resort. The resort is run efficiently by a Brit couple and manned by a group of eagle eyed local dive guides who can spot even the deeply camouflaged creatures. The wooden bungalows and rooms at the resort are very comfortable and the staff are very friendly, attentive and helpful. This resort and its dive center also impressed us by their commitment to conservation. The small bay in front of the resort has been protected for 16 years and the result shows. Corals grow luxuriantly there, like an oasis in an otherwise dry landscape. Guests are not allowed to wear gloves and their dive guides do not disturb the animals excessively. We are definitely impressed by this resort and we will come back!How to get there:

Garuda and several other domestic airlines fly to Manado from Jakarta daily. The flight usually takes about 3.5 hours with one stopover. There are also daily flights from Denpasar. Silk Air fly from Singapore several days a week (check their website). From Manado airport it takes about 1 to 1.5 hours of drive to Lembeh. Better ask the resort/dive centre to arrange for transport.

Flora dan Fauna Baru Papua

Papua_bowerbird_.jpg

© Stephen Richards Bowerbird
(Conservation International)

Sekelompok ahli ornitologi dan ekologi menemukan sejumlah jenis binatang dan tumbuhan baru di wilayah Pegunungan Foja, Papua. Temuan-temuan mereka dinyatakan sangat istimewa, misalnya satu jenis burung penghisap madu yang belum diberi nama ilmiah. Menurut Yance de Fretes dari Konservasi Internasional Jakarta, yang bekerjasama dengan LIPI dalam penelitian tersebut, timnya menemukan kanguru pohon mantel emas, yang sebelumnya dianggap punah. Penemuan satwa dan tumbuhan baru ini adalah hasil persiapan selama hampir 20 tahun, di salah satu wilayah pegunungan Papua yang belum terjamah manusia. Berikut penjelasan Yance de Fretes.

Bowerbird
Yance de Fretes: "Ekspedisi ini adalah satu kerjasama antara Conservation International dan LIPI. Ekspedisinya itu melibatkan sekitar 13 scientist (ilmuwan, red.). Tim kami itu dipecah menjadi dua. Yang pertama bekerja di dataran rendah sekitar 100 meter sampai 2000 meter di atas permukaan laut. Sementara sebagian tim, dibawa dengan helikopter ke Pegunungan Foja. Ketinggiannya sekitar 1800 meter dari permukaan laut."

"Tim kita itu terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti palem, ada yang meneliti burung, mammalia, kupu-kupu dan tumbuhan yang lain. Hasil-hasil yang kami dapat, yang besar itu, yang pertama ditemukan burung penghisap madu, honeyeater. Ini merupakan penemuan spesies burung baru di Papua dan Papua Nugini dalam kurun waktu 70 tahun. Selain itu juga kami berhasil mengamati secara langsung dan juga membuat foto secara langsung, satu burung namanya Golden-fronted Bowerbird (Amblyornis flavifrons)."

"Ini cukup menarik karena burung ini dulu dideskripsi pada tahun 1895, berdasarkan burung-burung yang dijual oleh pedagang lokal ke pedagang Eropa. Kemudian sampai di museum dan dideskripsi. Sejak dideskripsikan sekitar 110 tahun yang lalu itu, belum pernah ada scientist yang berhasil melihat langsung di alam atau membuat foto langsung di alam. Tim kami pada waktu mendarat di Foja, pertama yang dilihat itu adalah Bowerbird. Mereka berhasil membuat foto, mengamati juga bulu burung betina. Karena selama ini yang dijual itu bulu burung jantan."

papua_smokyhoneyeater.jpg
© CI, Bruce Beehler Burung penghisap madu (Conservation International)
Penemuan spektakuler
"Sementara tim mammalia pada malam pertama berhasil menemukan Zagiossus tipe Echidnas. Ini salah satu dari tiga spesies mammalia yang bertelur. Ini penemuan yang cukup spektakuler, karena ini termasuk binatang yang sangat-sangat langka di Papua. Saya sudah lama melakukan ini jarang sekali ketemu binatang ini. Apalagi dalam waktu yang singkat mereka bisa menemukan tiga individu, dan juga antara jantan dan betina. Ini betul-betul surprise."

"Spesies ini kami belum tahu, apa rekor baru untuk daerah itu, artinya dulu belum ada sekarang berupa rekor baru atau satu spesies baru. Selain itu adalah penemuan satu spesies mamalia baru buat Indonesia. Itu Kangguru Pohon Mantel Emas (Dendrolagus pulcherrimus). Spesies ini sebenarnya termasuk baru di Nugini. Pada tahun 1993 ditemukan di Pegunungan Torricelli di Papua Nugini. Tim kami berhasil menangkap bahkan membuat rekor, bahkan membuat spesimen. Dan ini merupakan tambahan spesies mammalia buat Indonesia."

Foja kaya spesies baru
"Hal yang lain yang menarik, kelompok tumbuhan palem yang bekerja di Lowland, berhasil mengkoleksi 24 spesies palem. Dari 24 spesies palem ini, lima di antaranya merupakan spesies yang baru untuk sains. Yang menarik di daerah Kwerba dan juga di daerah pegunungan Foja, tim yang meneliti tentang kupu-kupu itu berhasil mencatat 170 jenis kupu-kupu. Ini satu rekor yang cukup tinggi. Rekor sebelumnya itu di daerah Mamberamo juga, tapi jauh di bawah jumlah ini."

papua_birdofparadise_.jpg

© CI, Bruce Beehler
Berlepsch's Six-wired Bird of Paradise (Parotia berlepschi)
(Conservation International)

"Dan yang lebih menarik lagi, dari delapan spesies dari genus Delias yang berhasil dikumpul di daerah Foja, 75% ini merupakan spesies baru. Yang paling menarik dari kelompok fauna, yaitu tim yang meneliti tentang amphibia dan reptilia. Mereka berhasil mengkoleksi, mencatat sekitar 60 spesies baru. Dari 60 spesies baru itu, 20 spesies adalah spesies yang baru untuk sains."

"Kalau kita membuat record summary, itu menunjukkan bahwa Foja itu walaupun luasnya sangat kecil saja, mendukung sekitar 20% mammal-mammal yang ada di Nugini. Untuk burung itu jauh lebih tinggi sekitar 30% burung yang ada di Papua, itu berhasil dicatat di Pegunungan Foja."

Paparan Sunda

Gajah Kalimantan, subspesies Gajah Asia

Hewan-hewan di daerah paparan Sunda, yang meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya, memiliki karakteristik yang menyerupai fauna di Asia. Selama zaman es, setelah Laurasia terpecah, daratan benua Asia terhubung dengan kepulauan Indonesia. Selain itu, kedalaman laut yang relatif dangkal memungkinkan hewan-hewan untuk bermigrasi ke paparan Sunda. Spesies-spesies besar seperti harimau, badak, orangutan, gajah, dan leopard ada di daerah ini, walaupun sebagian hewan ini sekarang dikategorikan terancum punah. Selat Makassar, laut antara Kalimantan dan Sulawesi, serta selat Lombok, antara Bali dan Lombok, yang menjadi pemisah dari Garis Wallace, menandakan akhir dari daerah paparan Sunda.

Mamalia

Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 381. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini.[7] Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya. Dua spesies orangutan, Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatra) termasuk dalam daftar merah IUCN. Mamalia terkenal lain, seperti kera berhidung panjang Kalimantan (Nasalis larvatus), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga sangat terancam jumlah populasinya.

Fauna Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Harimau Sumatra, subspesies harimau terkecil yang hanya ada di Indonesia

Fauna Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas dan berbentuk kepulauan tropis[1]. Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan oleh Garis Wallace, membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi Asia, yang dipengaruhi oleh fauna Asia, dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh fauna Australia[2]. Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi oleh ekosistem yang beragam diantaranya: pantai, bukit pasir, estuari, hutan bakau, dan terumbu karang.

Masalah ekologi yang muncul di Indonesia adalah proses industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tinggi, yang menyebabkan prioritas pemeliharaan lingkungan menjadi terpinggirkan[3]. Keadaan ini menjadi semakin buruk akibat aktivitas pembalakan liar, yang menyebabkan berkurangnya area hutan; sedangkan masalah lain, termasuk tingginya urbanisasi, polusi udara, manajemen sampah dan sistem pengolahan limbah juga berperan dalam perusakan hutan.

DAUN SANG

(Johannestijsmania altifrons)

Tumbuhan ini hanya dijumpai di daerah Besitang tepatnya di kawasan 242 Aras Napal, dan beberapa daerah disekitar kawasan tersebut. Persebaran tidak luas dan bersifat endemik tidak ditemukan ditempat lain..

Besitang dapat dicapai dari Medan 2 jam kearah perbatasan Sumatera Utara dan Aceh, selanjutnya ke lokasi di[erlukan waktu 2 jam menuju aras Napal (daerah sekundur), melewati kebun sawit, jalan sangat jelek, bahkan pada musin penghujan sulit dilalui.

PENEMU

Daun Sang Pertama kali ditemukan oleh Propesor Teijsman seorang ahli botani dari Belada. Menurut IUCN jenis tumbuhan ini telah masuk dalam Red Data Book sebagai jenis yang terancam punah.

IDENTIFIKASI

    Daun Sang adalah termasuk keluarga Palmae, yang memiliki daun tunggal ukuran besar mencapai 3 meter panjang dan lebar 1 meter. Karena ukuran dan daunnya yang kuat, masyarakat setempat dahulu memanfaatkan untuk atap rumah.

    Jenis ini termasuk tumbuhan yang tidak tahan kena sinar matahari langsung (jenis toleran), lebih sering hidup dibawah naungan pepohonan. Hidup berkelompok membentuk rumpun namun penyebarannya sangat terbatas.

    (Gambar 1. Daun Sang)

Perkembangan jenis ini lebih banyak berasal dari dari anakan dari pada bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat dan bergigi.


UPAYA KONSERVASI

Perubahan habitat berupa penebangan hutan dikonversi menjadi kebun sawit atau perkebunanan, telah menyebabkan tumbuhan ini berkurang populasinya. Dengan adanya pembukaan tajuk, menyebabkan sinar matahari langsung menerpa Daun Sang lama kelamaan mengering dan mati. Dengan mengupayakan pencegahan pembukaan hutan bearti mencegah punahnya jenis ini.

BUNGA BANGKAI

(Amorphophallus titanum)

Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum) ini tumbuh di Kawasan Taman Wisata/Cagar Alam Sibolangit. Bunga ini memberi pesona tersendiri karena dismping keindahan juga pertumbuhannya yang tinggi dan besar. Itulah sebabnya disebut juga dengan Suweg Raksasa. Bunga yang tumbuh 1995, tingginya mencapai 210 cm. Sedangka sebelumnya tahun 1989 tingginya mencapai 150 cm. Dan diprediksi akan tumbuh lagi pada tahun 2000 di Taman Wisata Sibolangit.

PENEMU

Bungan Bangkai (Amorphophallus titanum) pertama kali ditemukan di Sibolangit pada tahun 1920-an. Adapun penemu pertama jenis bunga ini adalah Odoardo Beccari seorang pakar botani berkebangsaan Italia. Ketika itu, tahun 1878, dalam perjalanannya di Kepahiang – Rejang Lebong (Bengkulu) ia menemukan tumbuhan bunga bangkai. Kemudian oleh rekannya Prof. Giovanni Arcaneli dari Turki, diberi nama ilmiah Amorphophallus titanum terhadap hasil temuan Beccari tersebut. Sejak itu dunia botani mengenal bunga bangkai dengan nama Amorpophallus titanum Beccari.

Bau bunga menimbulkan kesan tidak enak, seolah-olah bau bangkai yang busuk seperti bangkai tikus, dan dari bau inilah maka namanya disebut bunga (kembang) bangkai.

IDENTIFIKASI

Bunga ini muncul dari dalam tanah berasal dari umbi tumbuhan yang telah hilang pada akhir masa pertumbuhannya. Dalam masa perkembangan, bunga atau kembang sangat tergantung pada umbi yang ada di dalam tanah.

    Bunga ini terdiri dari : tangkai bunga, kelopak atau selundang dan bongkol berbentuk tugu ditengah-tengah kelopak bunga.

    Perkembangan bunga yang dimulai sejak berbentuk kuncup hingga menjadi kayu diperkirakan kurang lebih 2 bulan. Bahkan bunga bangkai yang tumbuh di Taman Wisata Sibolangit pada tahun 1995 masa siklus dari mulai kuncup hingga mekar jauh leih cepat sekitar 22 hari dan waktu tercepat pada saat kelopak bunga layu hanya sekitar 24 jam.

    Bunga bangkai (cadaver scent), terutama di malam hari, yang terkadang aromanya dapat tercium sejauh 25 meter dari tempat tumbuhnya, menarik dan merangsang lalat serta serangga lainnya untuk melakukan penyerbukan.


(Gambar 1. Bunga bangkai dapat mencapai 210 cm)

Banyak orang mengidentikannya dengan bunga bangkai yang satu lagi yaitu Rafflesia arnoldi bunga terbesar di dunia (padma raksasa). Pada hal keduanya memiliki perbedaan yang sangat prinsipil. Persamaan yang paling menonjol diantara kedua kembang ini terletak pada bau atau aroma yang disebarkan. Sedangkan perbedaannya meliputi :

  • Dalam hal bentuk, dimana Rafflesia arnoldi berbentuk bundar melebar sedangkan Arorphophallus titanum berbentuk kerucut seperti agung yang masih berbalut;
  • Bianga Arorphophallus titanum adalah umbi yang tertanam di dalam tanah. Sedangkan Rafflesia arnoldi merupakan parasit yang tumbuh pada akar-akar liana dan yang menyebarkannya terutama adalah babi hutan yang tidak sengaja melukai akar liana dengan injakan. Pada injakan bekas kuku babi hutan itulah spora rafflesia tersimpan dan menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh

ANGGREK TIEN SOEHARTO

(Cymbidium hartinahianum)

    Sumatera Utara boleh berbangga karena memiliki salah satu jenis tumbuhan (jenis anggrek) yang endemik atau yang hanya tumbuh di Sumatera Utara. Kebanggaan ini bertambah lagi disebabkan pada anggrek tersebut ditabalkan nama ibu negara almarhumah Hj. Siti Hartinah Soeharto. Yaitu Anggrek Tien Soeharto atau sering juga disebut dengan Anggrek Hartinah (Cymbidium hartinahianum).

    Habitatnya ditemukan di Desa Baniara Tele Kecamatan Harian Kabupaten Tapanuli Utara (berbatasan dengan Kabupaten Dairi). Lokasi dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dari kota Medan melalui kota Sidikalang (ibukota Kabupaten Dairi) sejauh 400 km selama lebih kurang 5 jam perjalanan.

Gambar 1. Anggrek Tien Suharto)

Mengingat habitatnya berupa semak-semak yang tidak terawat serta sebagian lagi lokasi perladangan penduduk dan ditambah lagi tidak adanya petunjuk khusus (seperti papan informasi) tentang keberadaan lokasi ini, maka bagi yang belum pernah akan mengalami kesulitan untuk menemukan.

Oleh karena itu disarankan agar terlebih dahulu menghubungi kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam I Medan atau langsung pada Kantor Sub Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Dairi di Sidikalang yang akan membantu menunjukkan lokasinya.

PENEMU

Anggrek ini pertama kali ditemukan oleh Rusdi E Nasution, seorang peneliti dari Herbarium LBN/LIPI Bogor pada tahun 1976. Ketika itu anggrek ini tidak ditemukan dalam berbagai pusta maupun dalam koleksi. Kemudian oleh peneliti tersebut bersama peneliti lainnya J.B. Comber memberi nama ilmiah Cymbidium hartinahianum yang juga berarti anggrek Tien Soeharto pada hasil temuannya.

Penabalan ini Ibu Negara pada jenis anggrek ini merupakan penghargaan atas jasa-jasanya dalam rangka pengembangan dunia peranggrekan di Indonesia.

INDENTIFIKASI

(Gambar 2. Anggrek Tien Suharto di alam tidak terawat)

Anggrek Tien Soeharto tumbuh baik ditempat terbuka diantara rerumputan serta tanaman lain seperti jenis paku-pakuan, kantong semar, dan lain-lain pada ketinggian 1.700 meter diatas permukaan laut.

Anggrek ini merupakan anggrek tanah yang pertumbuhannya merumpun. Daunnya berbentuk pita berujung meruncing dengan panjang 50-60 cm. Bunganya berbentuk bintang bertekstur tebal. Daun kelopak dan daun mahkotanya hampir sama besar, permukaan atasnya berwarna kuning kehijauan dan permukaan bawahnya kecoklatan dengan warna kuning pada bagian tepinya.

UPAYA KONSERVASI

Habitat Anggrek Tien Soeharto di Baniara, Tele berada di luar kawasan hutan, tepatnya pada areal kebun penduduk, yang diperkirakan hanya tinggal lebih kurang 1.200 meter persegi. Sebagai lahan kosong, yang tidak dimanfaatkan, selalu terbuka peluang pemanfaatan lahan untuk berbagai kegiatan seperti misalnya pendirian bangunan/gedung dan perluasan kegiatan perladangan penduduk. Kalau sampai ini terjadi baik habitat maupun populasinya akan musnah. Oleh karena itu perlu langkah-langkah penyelamatan melalui penetapan habitat dimaksud sebagai kawasan konservasi disamping mengadakan budidaya di luar habitat aslinya (konservasi ex situ).

BURUNG CEMPALA KUNENG

Nama lain: -
Suku: Turdidac

Latar Belakang

Burung Cempala Kuneng merupakan salah satu dari burung kebanggaan rakyat Aceh, hal ini terbukti pada Kerajaan Sultan Iskandarmuda sudah dikenal dan disebut-sebut dalam hikayat Aceh mengenai keberadaan Cempala Kuneng ini. Oleh karena ketenarannya maka burung ini juga diambil dan dijadikan Fauna Identitas Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pertelaan

Burung yang indah ini mudah dikenal karena kekerabatannya dengan murai batu. Keindahan burung ini diperlihatkan oleh warnanya yang coklat keabuan tua mengkilap dengan alis putih di atas mata, serta paruh hitam ramping tajam. Sebagian dada dan perut sampai pangkal ekor berwarna kemerahan. Begitu pula bagian belakang punggung. Ekor berwarna hitam dengan pinggir putih.

Habitat & Penyebaran

Cempala kuneng menghuni hutan di daerah pamah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Burung ini tidak hanya terdapat di Aceh, tetapi juga dapat dijumpai di Sumatera umumnya, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.

Makanan

Seperti kerabatnya, burung ini makan biji-bijian.

Perkembangbiakan

Perkembangbiakkannya belum banyak diketahui. Pada bulan Februari dan April didapatkan anakan dari burung ini


BUNGA JEUMPA

Nama lain: Cempaka Kuning, Campaka Koneng


Latar Belakang

Bunga Jeumpa atau Bunga Cempaka akrab dengan Judul Lagu daerah di Aceh. Selain Judul Lagu, Novel Sastrawan Aceh sebelum kemerdekaan berjudul Jeumpa Aceh. Keduanya menunjukkan bagaimana masyarakat Aceh mengikatkan diri pada Jeumpa. Maka sehubungan dengan itu Pemerintah Daerah Istimewa Aceh berketetapan hati untuk menaruhkan nama pada bunga ini sebagai Flora Identitas. Selain bunganya, kayu pohon cempaka dapat digunakan sebagai bahan bangunan, papan, mebel, panel. Daunnya menghasilkan minyak yang biasa diekspor.

Pertelaan

Jeumpa atau Michelia champaka berasal dari India. Pohon berukuran sedang dengan tinggi sampai 25 m dan diameter batangnya sampai 50 cm. Batang lurus, bulat, kulit batangnya halus, berwarna coklat ke abu-abuan. Tajuknya agak jarang, dan agak melebar, dengan percabangannya yang tidak teratur. Daunnya tunggal, berseling, berbentuk lanset yang agak melebar, berukuran sedang, dan berbulu halus pada permukaan bawahnya. Bunga berwarna kuning tua, harum, berukuran agak besar dan tersusun dalam untaian yang tumbuh pada ketiak daun.

Ekologi

Bunga Jeumpa tumbuh baik sampai pada ketinggian 1200 m dpl.

Musim Berbunga

Bunga Jeumpa berbunga sepanjang tahun.


Suku: Mugnoltuceae

Shennongjia

Saudara pendengar, Shennongjia yang terletak di bagian barat laut Provinsi Hubei, Tiongkok tengah adalah hutan belantara yang memiliki lebih 3.700 jenis berbagai tumbuhan dan lebih 1.000 berbagai jenis binatang, disebut sebagai pusat gen tumbuhan dan binatang satu-satunya yang terpelihara utuh di daerah garis lintang tengah global.

Nama Shennongjia berasal dari sebuah legenda zaman dahulu kala. Pada zaman masyarakat primitif, manusia dirongrong oleh wabah dan kelaparan. Untuk menyelamatkan masyarakat, Shennong atau Kaisar Yan mencoba sendiri berbagai tumbuhan bahan obat, memilih benih dan menanamnya di ladang. Ketika datang di hutan lebat pegunungan tinggi Provinsi Hubei, ia terhalang oleh tebing-tebing curam. Lalu dibuatnya 36 tangga langit untuk mendaki tebing. Sejak itu, daerah tersebut dinamakan Shennongjia atau tangga Shennong, dan di tempat di mana tangga dibuat tumbuh pohon-pohon yang kemudian menjadi hutan belantara.

Shennongjia seluas lebih 3.200 km persegi, 70 persen dilingkupi hutan. Lei Jinguang yang berusia 70 tahun bekerja sebagai buruh penebang kayu di Shennongjia pada usia 20 tahun. Berbicara tentang Shennongjia pada waktu itu, ia mengatakan,"Shennongjia pada waktu itu adalah hutan belantara yang banyak sekali binatang liarnya seprti rusa, beruang putih dan macan tutul."

Shennongjia yang indah gunungnya dan lebat hutannya memiliki sumber daya wisata yang kaya. Pertama, memiliki kelompok hutan belantaraa yang masih terpelihara baik dan utuh; kedua, konon adalah tempat Shennong membuat tangga untuk mencari tumbuhan bahan obat; dan ketiga, terdapat banyak rahasia ilmiah yang masih merupakan tanda tanya, antara lain tentang "manusia liar".

Cuaca di Shennongjia sangat nyaman sepanjang tahun, berarti tidak terlalu panas di musim panas dan tidak terlalu dingin di musim dingin karena sepanjang tahun terpengaruh silih berganti oleh angin musiman yang lembab dan hangat serta tekanan tinggi daratan yang kering dan dingin, serta pengaturan hutan gunung tinggi atas volume panas dan curah hujan.

Selain itu, Shennongjia memiliki pula ekosistem hutan subtropik satu-satunya yang terpelihara baik dan utuh di daerah garis lintang tengah di dunia sekarang ini. Dengan adanya ekosistem primitif dalam kondisi yang baik, keanekaragaman biota yang melimpah dan kondisi cuaca yang nyaman, maka Sehennongjia disebut sebagai "Khazanah Hijau" dan "Taman Fauna dan Flora Alamiah".

Kera bulu emas yang disebut sebagai makhluk indah Shennongjia adalah jenis binatang terancam punah yang menuntut adanya lingkungan ekologi paling baik. Seiring dengan perbaikan lingkungan ekologi di Shennongjia pada tahun-tahun belakangan ini, populasi kera bulu emas bertambah dari lebih 600 ekor pada masa paling sedikit menjadi lebih 1.200 ekor sekarang ini, dan menjadi pemandangan unik di Shennongjia. Setiap kali mendengar lengking kera bulu emas, pejabat pemerintah setempat Qian Yuankun tak dapat menahan rasa gembiranya. Ia mengatakan,"Ada orang khawatir, kera bulu emas yang terancam punah tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya di Shennongjia, dan Shennongjia akan lenyap dari bumi. Tapi kita sekarang dapat dengan yakin mengatakan bahwa Tiongkok telah berhasil melindungi Shennongjia, jumlah kera bulu emas akan teus bertambah, lingkup kegiatannya akan semakin luas, Shennongjia mendapat perlindungan efektif di Tiongkok dan semakin mempesona. Shennongjia di masa depan akan menjadi taman yang indah lingkungannya dan harmonis hubungan antara manusia dan alam."

Pemerintah daerah hutan Shennongjia pada awal tahun 1990-an sementara melakukan konservasi titik berat atas Shennongjia, secara moderat telah mengembangkan pariwisata ekologi. Kini daerah hutan sudah dibangun menjadi empat kawasan wisata pemandangan yakni Shennongding, Xiangxiyuan, Yantianya dan Sungai Yuquan, setiap tahun dikunjungi sekitar 600.000 orang. Kemajuan pariwisata telah mendorong pula perkembangan industri terkait. Karyawan daerah hutan Li Shikai yang menyelenggarakan sebuah losmen sibuk menerima tamu setiap musim panas. Dengan gembira ia mengatakan,"Sejak mengadakan wisata ekologi, Shennongjia dikunjungi semakin banyak tamu di musim panas. Losmen yang saya selenggarakan dengan kredit ini memberikan penghasilan yang semakin banyak dari tahun ke tahun."

Perkembangan pariwisata meski memberikan penghasilan cukup banyak kepada penduduk daerah hutan, namun dengan bertambahnya wisatawan yang datang, semakin besar pula tekanan pada ekosistem daerah tersebut. Pejabat pemerintah setempat Qian Yuankun mengatakan,"Dalam proses mendorong kemajuan ekonomi dan usaha sosial di Shennongjia, kami senantiasa meletakkan pelestarian lingkungan pada posisi terdepan dan terpenting. Kontradiksi antara perkembangan ekonomi dan pelestarian alam harus ditangani dengan sebaik-baiknya."

Dikatakan oleh pejabat itu, daerah hutan pada awal tahun 2006 untuk pertama kali menerapkan sistem jeda wisata yakni berhenti menerima tamu untuk waktu tiga bulan agar lebih seribu jenis binatang liar di daerah pemandangan bisa istirahat dengan baik, sementara itu agar lingkungan ekologi yang dijuluki sebagai "bank gen spesies Tiongkok" itu mendapat rehabilitasi yang lebih baik.

Kini, proyek perlindungan hutan alam Shennongjia sudah mulai dilaksanakan. Penebangan pohon di daerah hutan dilarang sehingga ekosistem Shennongjia mulai pulih dengan perlahan-lahan. Pelindung hutan Jiang Lingling mengatakan,"Sejak pelaksanaan proyek perlindungan hutan alam pada tahun 2000, sejumlah binatang langka seperti kera bulu emas, ayam hutan perut merah dan kambing liar sudah tampak muncul di gunung. Kini gunung di Shennongjia sudah menjadi hijau dan air menjadi lebih bening."

HUTAN


Hutan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.




Sebuah hutan di Pulau San Juan, Amerika Serikat.
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

HUTAN

Hutan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.



Sebuah hutan di Pulau San Juan, Amerika Serikat.
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

Flora & Fauna
Identitas Indonesia
________________________________________
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam hayati yang tinggi dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan sumberdaya alam hayati menjadi tumpuan baru bagi pembangunan nasional selain penggunaan sumberdaya alam takterbarukan seperti minyak bumi dan gas alam.
Kemajuan pembangunan nasional terus berlanjut menuju era industrialisasi, sementara itu pemantauan mutu lingkungan memerlukan perhatian khusus sebagai dampak dari sisi lain pembangunan nasional, meskipun Indonesia telah menganut azas pemanfaatan secara lestari namun kerusakan lingkungan akibat pembangunan tidak dapat dihindarkan.
Upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam hayati tidak dapat terlepas dari UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat". Pengertian dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak berarti pemanfaatannya dilakukan dengan semena-mena namun juga harus memperhatikan aspek-aspek keserasian, keselarasan, keseimbangan, keadilan yang merata dan berkelanjutan, baik bagi generasi masa kini maupun yang akan datang.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk tetap menjaga keutuhan dan keberlanjutan dari sumberdaya alam hayati yang dapat terperbarukan sebagai tumpuan pembangunan saat ini, sehingga daya dukung lingkungan tetap seimbang. Ditetapkannya Undang-undang No.4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang¬undang No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam. Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragam Hayati), mencerminkan bahwa Pemerintah tidak mengabaikan keberadaan lingkungan yang tetap utuh dan seimbang sehingga tidak mengkhawatirkan bagi generasi penerusnya.
Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.
Upaya-upaya konservasi tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan tanpa dukungan dan peran serta aktif dari segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu salah satu upaya yang dianggap strategis dan efektif oleh Pemerintah adalah dengan menetapkan berbagai macam kekayaan sumberdaya alam hayati tersebut ke dalam bentuk Identitas Flora dan Fauna Daerah. Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah merupakan upaya nyata yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Dengan ditetapkannya Flora dan Fauna Identitas Daerah Tingkat I ini dapat dilanjutkan pula dengan pemilihan Flora dan Fauna di Tingkat II, Kecamatan dan Desa. Diharapkan dengan demikian akan dapat mendorong upaya-upaya perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya alam hayati flora dan fauna baik oleh aparat Pemerintah di Daerah maupun masyarakat secara keseluruhan sampai dengan ke Tingkat II bahkan Kecamatan dan Pedesaan.