Selasa, 06 April 2010

Flora dan Fauna

kijang1 Ini Kijang Kalimantan yang masih sering ditemukan di hutan

POPULASI TIMPAKUL KIAN MENURUN DI SUNGAI BANJARMASIN

Satwa sejenis ikan namun lebih banyak hidup di daratan ini disebut timpakul, atau bahasa lain disebut belodok atau gelodok senang melompat-lompat ke daratan, terutama di daerah berlumpur atau berair dangkal di sekitar hutan bakau ketika air surut.
Hanya saja binatang dengan nama lain belacak atau dalam bahasa Inggris disebut mudskipper, sudah mulai menghilang di Kota Banjarmasin, akibat rusaknya kondisi sungai di wilayah yang berjuluk Kota seribu Sungai ini.
“Dulu era tahun 60-an mudah sekali menangkap timpakul di sungai Banjarmasin tetapi sekarang jangankan menangkap untuk melihat saja sudah sulit, setelah banyaknya pencemaran limbah rumah tangga dan industri mengotori sungai mengganggu habitat ikan darat ini,”kata penduduk Sungai Lulut Banjarmasin.
Dulu bukan hanya disungai tetapi dipersawahanpun mudah disaksikan kehidupannya, kata warga Banjarmasin.
Ikan ini sangatlah khas. Kedua matanya menonjol di atas kepala seperti mata kodok, wajah yang dempak, dan sirip-sirip punggung yang terkembang menawan. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara sirip ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter hingga mendekati 30 cm.

timpakul
Berdasarkan catatan wikipedia keahlian yang dimiliki ikan yang satu ini, selain dapat bertahan hidup lama di daratan (90% waktunya dihabiskan di darat), ikan gelodok dapat memanjat akar-akar pohon bakau, melompat jauh, dan ‘berjalan’ di atas lumpur. Pangkal sirip dadanya berotot kuat, sehingga sirip ini dapat ditekuk dan berfungsi seperti lengan untuk merayap, merangkak dan melompat.
Daya bertahan di daratan ini didukung pula oleh kemampuannya bernafas melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut dan kerongkongannya, yang hanya bisa terlaksana dalam keadaan lembab. Oleh sebab itu gelodok setiap beberapa saat perlu mencelupkan diri ke air untuk membasahi tubuhnya. Ikan gelodok Periophthalmus koelreuteri setiap kalinya bisa bertahan sampai 7-8 menit di darat, sebelum masuk lagi ke air. Di samping itu, gelodok juga menyimpan sejumlah air di rongga insangnya yang membesar, yang memungkinkan insang untuk selalu terendam dan berfungsi selagi ikan itu berjalan-jalan di daratan.
Hidup di wilayah pasang surut, gelodok biasa menggali lubang di lumpur yang lunak untuk sarangnya. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air dan sedikit udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, gelodok umumnya bersembunyi di lubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang berdatangan.
Ikan jantan memiliki semacam alat kopulasi pada kelaminnya. Setelah perkawinan, telur-telur ikan gelodok disimpan dalam lubangnya itu dan dijaga oleh induk betinanya. Telur-telur itu lengket dan melekat pada dinding lumpur. Gelodok Periophthalmodon schlosseri dapat bertelur hingga 70.000 butir.
Gelodok memangsa aneka hewan, mulai dari ketam binatu (Uca spp.), udang, ikan, kerang, cumi-cumi, sampai ke semut ngangrang dan lalat. Ikan ini juga diduga memakan sedikit tumbuhan.
Ketika menjelajah daratan, gelodok juga sering menyerang dan mengusir gelodok yang lainnya, untuk mempertahankan teritorinya.
Gelodok Periophthalmus gracilis (dari Malaysia hingga Australia utara)
Ikan gelodok hanya dijumpai di pantai-pantai beriklim tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik sampai ke pantai Atlantik Benua Afrika.
Saat ini telah teridentifikasi sebanyak 35 spesies ikan gelodok. Terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu Boleophthalmus, Periophthalmus dan Periophthalmodon. Beberapa spesies contohnya adalah Pseudapocryptes elongatus, Periophthalmus gracilis, Periophthalmus novemradiatus, Periophthalmus barbarus, Periophthalmus argentilineatus dan Periophthalmodon schlosseri.
Belum banyak terkuak nilai dari ikan ini. Namun di Tiongkok dan Jepang, ikan gelodok menjadi santapan, selain juga digunakan sebagai obat tradisional, terutama sebagai peningkat tenaga lelaki.

beruang-kalsel Inilah beruang madu yang banyak hidup berkeliaran di Kalsel

Biawak masih banyak berkeliaran di belakang rumah penduduk di Desa Inan, Kabupaten Balangan

belibis

DUNIA FLORA - FLORA INDONESIA UNTUK DUNIA

aglaonema
Duniaflora.com dikembangkan untuk memfasilitasi beragamnya dunia tanaman hias - flora di Indonesia. Serta semakin meningkatnya aktivitas seputar pengembangan dunia flora di tanah air. Baik yang bersifat hobi tanaman hias, buah, obat dan beraneka ragam jenis lainnya, sampai pada berkembangnya bisnis tanaman hias sebagai industri di tanah air. Kesemuanya itu baik yang bertujuan untuk mensupply kebutuhan di dalam negeri, ataupun eksport ke manca negara.

Kita akui dari sisi industri tanaman hias, negara kita masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga, baik dari segi pengelolaan industri tanaman hiasnya, pengembangan produk, kiat-kiat pemasaran dan penciptaan pasar, sampai lemahnya dukungan pemerintah terhadap perkembangan dunia flora di Indonesia. Padahal dewasa ini Dunia Flora berkontribusi besar didalam menggerakkan sektor real dan penciptaan lapangan pekerjaan yang padat karya. Disamping letak Indonesia di khatulistiwa, yang sangat memungkinkan untuk menjadi satu-satunya pemasok Industri Flora Dunia setiap waktu, tanpa mengenal keterbatasan musim.

Diharapkan dengan semakin meningkatnya minat masyarakat kita terhadap tanaman hias, menggeliatnya bisnis industri tanaman hias dan pemanfaatan teknologi didalam pengembangan dunia flora kita, kedepan Indonesia dapat menjadi Negara Industri Flora Dunia, sesuai moto DUNIAFLORA.COM - "FLORA INDONESIA UNTUK DUNIA" dapat menjadi kenyataan.

Tikus Bunuh Ular

Memang selalu ada kejadian aneh setiap harinya. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di sebuah kandang ular, di Kota Nantao, Taiwan. Niat awalnya adalah memberikan makan ular dengan menu seekor tikus. Tapi apa yang terjadi, bukannya tikus yang dimakan malahan sang ular yang mati karena gigitan tikus.

Ular yang memiliki panjang 35 centimeter ini adalah hasil tangkapan dari seorang petugas pemadam kebakaran. Karena sudah terlihat lapar, maka sang petugas mencari makanan untuk ular tersebut. Lalu ditangkaplah seekor tikus kecil untuk makan siang ular tersebut.

Tapi apa yang terjadi, suatau kejadian yang aneh tampak jelas di depan mata. Tikus yang seharusnya menjadi makanan sang ular malah bertingkah lincah dan sangat berani. Si tikus semakin bertingkah saat melihat sang ular yang siap melahapnya. Si tikus menyerang ular itu habis-habisan.

“Tikus berani itu terus melakukan penyerangan dengan menggigit dan mencakar” kata petugas pemadam kebakaran tersebut.

Sekitar setengah jam, aksi bak smakdown antara ular dan tikus itupun berakhir. Ular yang seharusnya menyantap menu makanannya, malah mati tak berdaya. Di sekujur tubuhnya penuh luka cakaran dan gigitan si tikus.(bam/adm)

Durian Lai (Merah)

Wow luar biasa unik dan aneh. Salah satu lagi bukti kayanya negeri Indonesia dengan beragam flora dan fauna serta budayanya.

Ada yang udah pernah lihat atau bahkan mencicipi durian merah?

Durian berdaging merah ini merupakan durian liar yang ditemukan di hutan kalimantan. Sama halnya dengan durian lainnya, durian ini mempunyai kulit berduri dan aroma durian yang sangat khas dan menyengat.

Yang membuatnya berbeda adalah warna dari daging buahnya yang berwarna merah dan kebanyakan durian ini dikonsumsi oleh burung. Denger2 katanya lebih enak dari Durian biasa lho..

Muck Paradise



Lembeh strait is often called the muck diving capital of the world.

For the uninitatied, muck diving is a term for diving not in colourful coral reef areas, but in barren bottoms, which is often sand, or coral rubbles, or even silty and muddy sand. Hence the term muck. It doesn’t sound very interesting, but here is a place where people look for all sorts of exotic creatures, the weird, the rare, the special and unusual, the ones that are not normally found in the usual coral reef environment. People flock to muck diving areas such as Lembeh armed with cameras to take photos of these wonderful monsters.

Lembeh is located in North Sulawesi, Indonesia (note: Sulawesi is often called Celebes in maps), a 12 km long strait separating the mainland Sulawesi and the Lembeh island. At the southern part of the strait is a town called Bitung, which is a quite busy port town. As a consequence the strait is quite a busy sea way with often a big barge carrying logs cruising slowly by. The channel is narrow and shallow and the more than 30 dive sites are located in both sides. The mainland side has mostly black volcanic sand bottom while the Lembeh island side often has creamy coloured carbonate sand, which is derived from the older rock that formed the land. This older rock is covered in the mainland by lava and lahar poured forth by the volcanoes dotting the landscape.

In most sites the bottom would be gently sloping or gently undulating, and rather featureless. Sometimes it felt like underwater desert and we would doubt that we’d see anything. But then the guides would start showing us here and there the strange critters. Sometimes the first few minutes were uneventful, but we normally search around eagerly, then critters after critters suddenly appear as our eyes get used to spotting the unusual. In most dives we spot maybe about half a dozen creatures from our celebrity critter list, along with tens of the background singers. We never did come back without anything to tick off the list.

In every site, the bottom would be characteristically strewn with rubbish. Bottles, cans, shoes, bags, plastics, you name it, all sorts of humanity’s refuse can be found here. It sound so untempting but the critters in Lembeh have somehow adjusted themselves to human carelessness. In this dive we saw an octopus making a tea cup its home. In one of the books on Lombok there’s a photo of a hermit crab using a bottle instead of a shell as its mobile home. Various juvenile forms of fish could be found hiding in cans, bottles and rags.

This was our second visit to the area. We were here only for one day in 2005, on a side trip from diving in Bunaken. We were hooked. This time we allowed 3 dive days to explore Lembeh, but even this is not enough. To cover the diversity of the area we need probably a full week of diving. For even though people come here for muck diving, Lembeh also has some coral reefs and wrecks which sound so interesting. But that will have to be done in our next trip. This time we focus solely on muck diving and macro photography.

The celebrity list is long in Lembeh. The highlights include the following:
1. The frogfishes: hairy frogfish (Antennarius hispidus), striped frogfish (Antennarius striatus), giant frogfish (Antennarius comersonii), painted frogfish (Antennarius pictus), warty (or clown) frogfish (Antennarius maculatus). We met the giant, the painted and the warty types only this time. But we did see the striped and the hairy ones in our previous trip.

2. The scorpionfishes, lionfishes and leaf fishes: weedy scorpionfish (Rhinopias frondosa) and its smooth cousin (Rhinopias eschmeyeri), ambon scorpionfish (Pteroidichthys amboinensis), Spiny devilfish (Inimicus didactylus), leaf scorpionfish (Taenianotus triachantus), Cockatoo waspfish (Ablabys taenianotus), stonefish (Synanceia verrucosa). We met the smooth Rhinopias, the devilfish, leaf fish and waspfish, along with the usual scorpionfishes - tasseled scorpionfish (Scorpaenopsis oxycephala) and a scorpionfish that’s maybe a shortfin scorpionfish (Scorpaenodes brachyptera) and the hordes of lionfishes - common lionfish (Pterois volitans), spotfin lionfish (Pterois antennata), zebra lionfish (Dendrochirus zebra) and shortfin lionfish (Dendrochirus brachypterus).

3. Other strange looking fishes, some ugly, some beautiful: the flying gunnard (Dactyloptena orientalis), pegasus seamoth (Eurypegasus draconis), Fingered Dragonet (Dactylopus dactylopus), Mandarinfish (Synchiropus splendidus ), Jawfish (Opistognathus randalli), banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) and stargazers (Uranoscopus sp). The family of boxfishes and pufferfishes are also resident here, including the yellow boxfish (Ostracion cubicus), Longhorn cowfish (Lactoria cornuta), fine spotted porcupinefish (Diodon holocanthus), blotched porcupinefish (Diodon liturosus), rounded porcupinefish (Cychlichthys orbicularis), black spotted porcupinefish (Diodon hystrix) and various file fish. A celebrity list of Lembeh would also include the barramundi cod (Cromileptes altivelis) of course. Flounders and stingrays are also easy to find here.

4. Pipefishes and sea horses: ghost pipefishes (which we unfortunately did not meet this time), different types of pipefishes and sea horses, both the normal size and the pygmy ones. This time we only met the normal sized thorny seahorse (Hippocampus histrix), but in the previous visit we saw the cute and super tiny Hippocampus bargibanti pygmy sea horse.

5. Various eels, of which the highlight would be ribbon eel (Rhinomuraena quaesita), in their yellow, blue and black variety of colour (colour difference depending of gender and age), banded snake eel (Myrichthys colubrinus), napoleon eel (Ophichthus bonaparti) and block-finned snake eel (Ophicthus melanochir). This time we saw all of the above, along with myriads of moray eels, except for the napoleon eel. One of the banded snake eels we saw, whose colouration mimics the highly poisonous sea snake, ran away from us and dived into the sand. It was amazing to watch how it plunged head first into a mound of soft silty sand and how its long body disappeared centimeter by centimeter in just seconds.

6. Octopuses, squids and cuttle fishes. We saw various squids and cuttlefishes here, but the stars would have to be the octopus who have made a tea cup its home and the Wunderpus (Wunderpus photogenicus). Various baby octopuses and baby squids are to be found usually during the night dive. Various shrimps, crabs and mantis shrimps are easily found. Various nudibranch, from the common Phyllidia types to the exotic hairy Flabellina rubrolineata, Pteraeolidia ianthina, Phyllodesmium longicirrum and the translucent Gymnodoris ceylonica and Halgerda batangas which we saw this time, and other interesting ones we saw the last time.

The highlight of the invertebrates though, apart from the octopuses, would have to be the Electric Clam or Flame Scallop (Lima scabra) which we found to be hiding in a crack in the rocky wall. It seemed to be busy zapping away with its blue lightning bolts of electricity at its prey, and I was wondering if the electric shock would be causing pain to human divers. But I have since found out from one of the sites in the internet that it wasn’t “electricity” at all. It was actually bioluminescent streaks, and the creature is actually a filter feeder. Huh deceiving creatures!

Definitely Lembeh is a paradise of some sort. Muck paradise is not a gorgeous name, but to muck divers it is a beautiful name. We enjoyed so much diving there and we also enjoyed our stay at Kungkungan Bay Resort. The resort is run efficiently by a Brit couple and manned by a group of eagle eyed local dive guides who can spot even the deeply camouflaged creatures. The wooden bungalows and rooms at the resort are very comfortable and the staff are very friendly, attentive and helpful. This resort and its dive center also impressed us by their commitment to conservation. The small bay in front of the resort has been protected for 16 years and the result shows. Corals grow luxuriantly there, like an oasis in an otherwise dry landscape. Guests are not allowed to wear gloves and their dive guides do not disturb the animals excessively. We are definitely impressed by this resort and we will come back!How to get there:

Garuda and several other domestic airlines fly to Manado from Jakarta daily. The flight usually takes about 3.5 hours with one stopover. There are also daily flights from Denpasar. Silk Air fly from Singapore several days a week (check their website). From Manado airport it takes about 1 to 1.5 hours of drive to Lembeh. Better ask the resort/dive centre to arrange for transport.

Flora dan Fauna Baru Papua

Papua_bowerbird_.jpg

© Stephen Richards Bowerbird
(Conservation International)

Sekelompok ahli ornitologi dan ekologi menemukan sejumlah jenis binatang dan tumbuhan baru di wilayah Pegunungan Foja, Papua. Temuan-temuan mereka dinyatakan sangat istimewa, misalnya satu jenis burung penghisap madu yang belum diberi nama ilmiah. Menurut Yance de Fretes dari Konservasi Internasional Jakarta, yang bekerjasama dengan LIPI dalam penelitian tersebut, timnya menemukan kanguru pohon mantel emas, yang sebelumnya dianggap punah. Penemuan satwa dan tumbuhan baru ini adalah hasil persiapan selama hampir 20 tahun, di salah satu wilayah pegunungan Papua yang belum terjamah manusia. Berikut penjelasan Yance de Fretes.

Bowerbird
Yance de Fretes: "Ekspedisi ini adalah satu kerjasama antara Conservation International dan LIPI. Ekspedisinya itu melibatkan sekitar 13 scientist (ilmuwan, red.). Tim kami itu dipecah menjadi dua. Yang pertama bekerja di dataran rendah sekitar 100 meter sampai 2000 meter di atas permukaan laut. Sementara sebagian tim, dibawa dengan helikopter ke Pegunungan Foja. Ketinggiannya sekitar 1800 meter dari permukaan laut."

"Tim kita itu terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang meneliti palem, ada yang meneliti burung, mammalia, kupu-kupu dan tumbuhan yang lain. Hasil-hasil yang kami dapat, yang besar itu, yang pertama ditemukan burung penghisap madu, honeyeater. Ini merupakan penemuan spesies burung baru di Papua dan Papua Nugini dalam kurun waktu 70 tahun. Selain itu juga kami berhasil mengamati secara langsung dan juga membuat foto secara langsung, satu burung namanya Golden-fronted Bowerbird (Amblyornis flavifrons)."

"Ini cukup menarik karena burung ini dulu dideskripsi pada tahun 1895, berdasarkan burung-burung yang dijual oleh pedagang lokal ke pedagang Eropa. Kemudian sampai di museum dan dideskripsi. Sejak dideskripsikan sekitar 110 tahun yang lalu itu, belum pernah ada scientist yang berhasil melihat langsung di alam atau membuat foto langsung di alam. Tim kami pada waktu mendarat di Foja, pertama yang dilihat itu adalah Bowerbird. Mereka berhasil membuat foto, mengamati juga bulu burung betina. Karena selama ini yang dijual itu bulu burung jantan."

papua_smokyhoneyeater.jpg
© CI, Bruce Beehler Burung penghisap madu (Conservation International)
Penemuan spektakuler
"Sementara tim mammalia pada malam pertama berhasil menemukan Zagiossus tipe Echidnas. Ini salah satu dari tiga spesies mammalia yang bertelur. Ini penemuan yang cukup spektakuler, karena ini termasuk binatang yang sangat-sangat langka di Papua. Saya sudah lama melakukan ini jarang sekali ketemu binatang ini. Apalagi dalam waktu yang singkat mereka bisa menemukan tiga individu, dan juga antara jantan dan betina. Ini betul-betul surprise."

"Spesies ini kami belum tahu, apa rekor baru untuk daerah itu, artinya dulu belum ada sekarang berupa rekor baru atau satu spesies baru. Selain itu adalah penemuan satu spesies mamalia baru buat Indonesia. Itu Kangguru Pohon Mantel Emas (Dendrolagus pulcherrimus). Spesies ini sebenarnya termasuk baru di Nugini. Pada tahun 1993 ditemukan di Pegunungan Torricelli di Papua Nugini. Tim kami berhasil menangkap bahkan membuat rekor, bahkan membuat spesimen. Dan ini merupakan tambahan spesies mammalia buat Indonesia."

Foja kaya spesies baru
"Hal yang lain yang menarik, kelompok tumbuhan palem yang bekerja di Lowland, berhasil mengkoleksi 24 spesies palem. Dari 24 spesies palem ini, lima di antaranya merupakan spesies yang baru untuk sains. Yang menarik di daerah Kwerba dan juga di daerah pegunungan Foja, tim yang meneliti tentang kupu-kupu itu berhasil mencatat 170 jenis kupu-kupu. Ini satu rekor yang cukup tinggi. Rekor sebelumnya itu di daerah Mamberamo juga, tapi jauh di bawah jumlah ini."

papua_birdofparadise_.jpg

© CI, Bruce Beehler
Berlepsch's Six-wired Bird of Paradise (Parotia berlepschi)
(Conservation International)

"Dan yang lebih menarik lagi, dari delapan spesies dari genus Delias yang berhasil dikumpul di daerah Foja, 75% ini merupakan spesies baru. Yang paling menarik dari kelompok fauna, yaitu tim yang meneliti tentang amphibia dan reptilia. Mereka berhasil mengkoleksi, mencatat sekitar 60 spesies baru. Dari 60 spesies baru itu, 20 spesies adalah spesies yang baru untuk sains."

"Kalau kita membuat record summary, itu menunjukkan bahwa Foja itu walaupun luasnya sangat kecil saja, mendukung sekitar 20% mammal-mammal yang ada di Nugini. Untuk burung itu jauh lebih tinggi sekitar 30% burung yang ada di Papua, itu berhasil dicatat di Pegunungan Foja."

Paparan Sunda

Gajah Kalimantan, subspesies Gajah Asia

Hewan-hewan di daerah paparan Sunda, yang meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya, memiliki karakteristik yang menyerupai fauna di Asia. Selama zaman es, setelah Laurasia terpecah, daratan benua Asia terhubung dengan kepulauan Indonesia. Selain itu, kedalaman laut yang relatif dangkal memungkinkan hewan-hewan untuk bermigrasi ke paparan Sunda. Spesies-spesies besar seperti harimau, badak, orangutan, gajah, dan leopard ada di daerah ini, walaupun sebagian hewan ini sekarang dikategorikan terancum punah. Selat Makassar, laut antara Kalimantan dan Sulawesi, serta selat Lombok, antara Bali dan Lombok, yang menjadi pemisah dari Garis Wallace, menandakan akhir dari daerah paparan Sunda.

Mamalia

Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 381. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini.[7] Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya. Dua spesies orangutan, Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatra) termasuk dalam daftar merah IUCN. Mamalia terkenal lain, seperti kera berhidung panjang Kalimantan (Nasalis larvatus), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga sangat terancam jumlah populasinya.